Nama project : Makna Filosofi Rendang
Assalammualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, hay kakak-kakak semua terima kasih sudah mau mampir di Annisa Blog. Apa kabar kakak-kakak semuaya,semoga selalu baik dan sehat yaa ^_^
Hari ini Annisa Blog akan mengshare project tentang Makna Filosofi Rendang
Rendang bukan sekadar masakan bagi orang Minangkabau, melainkan bagian dari budaya. Orang Minangkabau terkenal kerap merantau. Mereka membawa bekal olahan rendang selama perjalanan menuju tanah rantau karena rendang awet.
Siapa yang tak kenal rendang, makanan berbahan dasar daging sapi (biasanya diambil bagian tenderloin atau bagian pinggang yang lunak) berkuah santan, dan kaya akan bumbu rempahnya menjadikan makanan ini primadona dan buah kebanggaan masyarakat Minangkabau. Rendang merupakan olahan makanan dari daging sapi yang diolah dengan santan, lada, dan sejumlah bumbu khas lainnya. Namun merujuk asal katanya, rendang sebenarnya berasal dari kata merandang yang berarti proses memasak semua bahan dan bumbu dengan santan dalam jangka waktu tertentu.
Ciri khas rendang, diperlukan waktu memasak hingga berjam-jam lamanya untuk mendapatkan cita rasa rendang betulan, bukan Kalio, serta wewangian resapan rempahnya.
Jauh sebelum seterkenal seperti sekarang, biasanya masyarakat Minangkabau menyajikan masakan rendang pada saat acara kenduri, adat, dan sambutan tamu-tamu penting. Rendang memang terkenal mendunia namun masih menyisakan sedikit rekam jejak mengenai sejarah dan adatnya, yang jelas dahulu rendang dipercaya berasal dari India, para pedagang India memperkenalkan masakan berkuah, Kari, kepada masyarakat lokal. Bagi masyarakat Minangkabau, diadaptasi menjadi makanan khas yang kita kenal sebagai rendang. Tentu bedanya kari asal India dan rendang Minang adalah pada warna dan kuah masakannya yang sangat menyolok.
Ada beberapa sumber mengatakan bahwa rendang sudah ada pada abad ke-18 yakni rentang tahun 1771-1779 berdasarkan pengamatan cara memasak kari asal India dan rendang asal Sumatra. Bahkan menurut Sutomo, melaporkan bahwa rendang sudah ditemukan pada abad ke-8 di Sumatra barat.
MAKNA FILOSOFI RENDANG
Durasi masak hingga berjam-jam lamanya merupakan ciri khas masakan rendang yang tidak dimiliki oleh kebanyakan masakan lainnya. Rupanya bagi masyarakat Minangkabau memiliki nilai filosofi tersendiri, loh, yakni: kesabaran, kebijaksanaan, dan ketulusan hati.
Rendang berasal dari kata Marandang atau membuat rendang, yaitu mengeringkan kuah/santan dengan mengaduk. Menurut Sutomo, kata Rendang juga bisa diartikan sebagai "perlahan"; dua hal ini menjelaskan mengapa masakan rendang berdurasi lama saat pengolahannya.
Setiap bahan baku dalam rendang Padang memiliki makna dan filosofinya sendiri. Mengutip laman Sari Bundo, masing masing bahan utama yang disebutkan ada makna yang tersirat tentang strata sosial masyarakat Minangkabau, yakni;
- Daging sapi yang dipakai di dalam rendang memiliki berbagi arti. Daging menjadi penggambaran Niniak Mamak, Datuak, Atau Penghulu. Mereka adalah sosok orang yang memimpin kaumnya sebagai ketua adat agar hidup harmonis dan sesuai dengan norma masyarakat.
- Santan menggambarkan kelompok cendekiawan yang kerap membantu tetua adat memecahkan masalah.
- Lada dalam rendang Padang menggambarkan sosok ulama yang menegakkan syariat Islam dalam masyarakat.
- Sedangkan aneka bumbu lainnya yang banyak dalam rendang Padang menggambarkan kondisi masyarakat Minangkabau yang terdiri dari berbagai suku.
Saat ini terdapat banyak variasi rendang di setiap daerah di Sumatera Barat. Rendang yang dimasak pun disesuaikan dengan sumber daya yang melimpah di daerah tersebut. Dahulu rendang dibuat menggunakan daging sapi. Dalam catatan sejarah, sapi merupakan lambang penting bagi adat Minangkabau. Setiap unsur yang digunakan dalam pembuatan rendang berkaitan dengan makna adat Minangkabau.
Terdapat tiga unsur penting dalam pembuatan rendang yaitu sapi, kelapa, dan cabai. Sapi yang digunakan melambangkan niniak mamak, sebagai pemimpin suku adat. Kelapa melambangkan cadiak pandai, yaitu kaum intelektual di Minang. Serta cabai melambangkan alim ulama di Minang yang tegas. Ketiga unsur rendang tersebut beririsan dengan tiga tokoh penting di adat Minangkabau yang biasa disebut tungku tigo sajarangan.
BEBERAPA VARIASI RENDANG
1. Rendang Daging (Sapi)
Rendang ini, dikenal hampir diseluruh dunia, rendang ini menjadi ikon tersendiri bagi masyarakat Minangkabau. Masakan dengan bumbu pekat hitam yang dibuat dari santan yang dimasak 6 jam lebih ini kaya akan rempah-rempah. Daging sapi bertekstur padat menjadi bahan utamanya. Hampir di setiap rumah makan dan restoran padang, baik itu dalam dan luar negeri, rendang jenis ini selalu terhidang dan menjadi menu utama yang sudah tak asing lagi.
2. Rendang Lokan
Rendang jenis ini, menggunakan lokan (sejenis kerang-kerangan yang biasa hidup dipesisir pantai dan air tawar). Rendang ini dimasak dengan cara khusus, jika tak terlatih rasa anyir dan pahit dari lokan akan merusak cita rasa rendang.
3. Rendang Maco
Bagi masyarakat menengah ke bawah, rendang dengan bahan daging, merupakan hidangan yang mewah. Sehingga agar tetap dapat menikmati masakan rendang namun dengan harga yang terjangkau, para ibu-ibu rumah tangga di Kabupaten 50 Kota dan daerah lainnya menggunakan maco (Sejenis ikan asin) sebagai pengganti daging.
4. Rendang Pakis
Di Kabupaten Pasaman, khususnya di daerah sekitar Bonjol, sebuah pesta dikatakan kurang maksimal apabila tidak menyajikan rendang pakis sebagai lauk yang wajib terhidang dalam setiap pesta. Rendang pakis, biasanya dimasak sampai kering.
5. Rendang Ayam
Dalam pesta-pesta dan jamuan adat, di daerah-daerah daratan di Sumatra Barat rendang ayam kerap tersaji. Dalam semua pesta adat yang diadakan oleh masyarakat di sana dengan ekonomi menengah kebawah, rendang ayam menjadi salah satu hidangan yang disajikan. Harga daging ayam yang lebih murah, serta waktu yang dibutuhkan untuk memasak rendang ayam lebih cepat menjadi alasan utama hidangan ini disajikan.
6. Rendang Itik
Hampir serupa dengan rendang ayam, rendang itik juga tersaji dalam pesta adat. Dari catatan BPNB, rendang itik ini banyak dimasak di kawasan Payakumbuh dan daerah sekitarnya. Namun dalam memasaknya, daging itik direbus atau dipanggang terlebih dahulu sebelum dicampurkan dan dimasak kembali dengan bumbu rendang.
7. Rendang Daging Kambing
Untuk rendang yang memakai daging kambing ini, dalam catatan BPNB, sudah mulai langka dan jarang dimasak atau dikonsumsi oleh masyarakat Sumatra Barat.
Dalam proses memasaknya, dibutuhkan kemampuan yang mumpuni, agar rasa daging kambingnya tidak kentara. Campuran bumbu rempah-rempahnya, didominasi oleh cengkeh, buah pala, gardamunggu dan kemiri yang digiling dengan tangan. Jika digiling dengan mesin, campuran rempah-rempah tadi tidak akan tercampur dengan baik.
8. Rendang Hati dan Paru Sapi
Untuk rendang jenis ini, hampir sama dengan rendang daging sapi. Namun perbedaanya terletak dari bahan utama rendangnya, yakni hati sapi atau paru sapi yang telah direbus dan dipotong-potong.
9. Rendang Telur
Rendang dengan bahan dasar telur ini terbagi dalam dua macam. Rendang telur pipih yang serupa dengan kerupuk. Atau rendang telur khas suliki yang hampir menyerupai rendang hati dan paru.
10. Kalio (Rendang Basah)
Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, beberapa rumah makan Padang ada yang tidak menyajikan rendang kering yang berwarna hitam. Dengan alasan waktu memasaknya terlalu lama, dan ongkos produksi yang sedikit lebih mahal. Maka, rendang setengah matang hadir menjadi pilihan. Sehingga banyak pelanggan yang merasa bahwa masakan daging dengan kuah coklat yang sedikit kental itu adalah rendang. Padahal, itu hanyalah rendang setengah jadi, namun dengan daging yang seutuhnya masak.
11. Kalio Jengkol
Redang dengan bahan dasar jengkol ini, tidak dimasak kering seperti rendang lainnya. Rendang jengkol ini, biasanya dimasak dengan cara memasak kalio. Di daerah Sumatra Barat sendiri, menurut catatan BPNB Padang kalio jengkol, atau lebih dikenal dengan kalio jariang ini sangat diminati. Dengan kuah kental, bumbu rempah yang terasa, jengkol yang gurih dan sedikit sensasi pedas, sudah pasti Anda tergiur untuk menyantapnya.
Nah, bertambah bukan pengatuan kakak-kakak sekalian. So, itu dia makna filosofi rendang, walaupun rendang sudah mendunia sekalipun, tetap makna filosofi rendang tidak akan berubah dari masa ke masa. Semoga project kali ini dapat menambah ilmu dan wawasan kakak-kakak semua tentang Minangkabau yaa >.<
Tidak terasa sudah di akhir nih, terimakasih kepada kakak-kakak semuanya yang sudah membaca blog ini sampai akhir. Bila ada masalah pada blog ini, saya mohon maaf ya karena kita sama-sama masih belajar.
Sekian, terimakasih
Posting Komentar